Minggu, 08 November 2009

Pentas Ludruk “Geger Tegal Banteng”

“Tegal Banteng jibrat getih udan tangis” demikian kalimat terakhir Delan sebelum mati.
Selasa (3/10/09) digelar sebuah pentas ludruk oleh kelompok ludruk sinar jaya (SJ) pimpinan Cak Ganes. Setelah hampir lima tahun vakum, pada pentas kali ini SJ membawakan lakon yang berjudul Geger Tegal Banteng. Sebuah lakon yang diangkat dari kisah nyata dengan latar belakang masa penjajahan Belanda.

Dalam lakon tersebut diceritakan tentang Pak Lurah yang membeli sejumlah tanah warga dengan harga murah dengan alasan untuk dibangun pondok pesantren. Pada kenyataannya ternyata Pak Lurah adalah Suruhan dari Gopermen Belanda. Yang diberi tugas untuk membangun pabrik tepung. Delan, Jawara dari Tegal Banteng yang mendengar rencana busuk pak Lurah tidak terima. Semedi yang seharusnya ditempuh empat puluh hari di watu sewu untuk memperoleh ilmu kedigdayaan ditinggalkan. Akhirnya terjadilan pertumpahan darah antara kelompok pro lurah dan kelompok kontra lurah yang dipimpin oleh Delan yang tidak terima dengan kesewenang-wenangan Lurah. Semuanya mati tanpa terkecuali Delan dan Pak Lurah.

Pada adegan terakhir muncullah Buyut Simpen dan Mbah Kasan Tajab, sepasang suami istri yang dituakan di Tegal Banteng. Buyut Simpen menangis tersedu melihat Delan tewas bersimbah darah. Mbah Kasan Tajab berusaha menenangkan Buyut Simpen sambil mengatakan “ Iki wis dadi opo kang ginaris dening Gusti Allah, Tegal Banteng jibrat getih udan tangis” (ini sudah digariskan Tuhan, Tegal banteng penuh darah dan hujan air mata).

Pentas malam itu berlangsung kurang lebih 3 jam tersebut cukup menghibur penonton dan penuh dengan pesan. Tentang bagaimana kebenaran tidak selalu menang, demikian pula dengan kejahatan. Pada pementasan malam itu Delan sebagai symbol kebaikan dan Pak Lurah, sebagai simbol kejahatan sama-sama mati.

Menurut Suharyoso M.Sn, salah satu dosen ISI Yogyakarta, walaupun dimainkan oleh anak-anak muda yang awam dengan dunia ludruk, namun tidak mengecewakan, bahkan sangat menghibur. Demikian pula disampaikan oleh Tohir, salah satu tokoh ludruk Surabaya yang kebetulan menyempatkan datang pada malam itu. “anak jaman sekarang kebanyakan malu, jangankan main ludruk, nonton saja sudah nggak mau. Saya bangga kepada kawan-kawan muda yang mau nguri-uri kebudayaan kita”.

Menurut Cak Ganes, lakon Geger Tegal Banteng akan dipentaskan kembali di Gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta pada tanggal 22 November 2009 nanti.


ANDIKA ANANDA/153070083

0 komentar:

Posting Komentar

 

Portal Kiri Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template