Dalam rangka memperingati 50 tahun Studi Teaterklub Bandung (STB), diluncurkan kumpulan esai yang berjudul “Melakoni Teater”.
Rabu pekan lalu (26/10/2009) Digelar acara bedah buku “Melakoni Teater” dan pementasan monolog “Nyanyian Angsa” oleh Studi Teaterklub Bandung. Acara digelar di teater arena Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Dengan pembicara DR.Yudi Aryani M, Hum. Tampak juga beberapa seniman dan komunitas teater yang hadir, seperti Wani Darmawan, Ibed Surgana Yuga, komunitas Teku, Lembaga Teater Perempuan, Saturday Acting Club, dll yang hadir pada peluncuran buku tersebut.
Buku “Melakoni Teater” merupakan kumpulan esai dari para pelaku, penulis dan kritikus teater Indonesia. Beberapa di antaranya Putu Wijaya, Putu Satria Kusuma, Beni Yohanes, Halim HD dan sejumlah nama lain yang tidak asing di jagad teater kontemporer Indonesia.
Sebagai kelompok teater tertua di Indonesia STB telah melakukan proses selama lima puluh tahun dengn lebih dari ratusan karya telah dipentaskan. STB sempat mengalami vakum sepeninggal Suyatna Anirun, pendiri STB. Namun beberapa muridnya seperti Wawan Sofwan, Muhamad Sunjaya, Ags. Arya Sanjaya akhirnya kembali turun gelanggang untuk melanjutkan perjuangan STB hingga hari ini.
Tak bisa dipungkiri betapa penting kehadiran STB dalam geliat teater Bandung dan teaeter Indonesia hari ini. Di Bandung sendiri, ketika dirunut secara silsilah hulu kreatif perteaterannya bermula dari STB dan Suyatna Anirun. Coba kita lihat Komunitas Payung Hitam, Laskar Panggung, Teater Republik, Creamer Box, Actor Unlimited dan sejumlah kelompok teater lainnya, dulunya adalah orang-orang STB yang kini mendirikan kelompok teaternya sendiri.
“Dalam buku ini akan kita temukan siapakah sebenarnya STB dan bagaimankah perannya dalam konstelasi teater modern Indonesia” terang DR.Yudi Aryani M.Hum. Yudi Aryani menjadi salah satu saksi bagaimana proses kreatif yang pernah dilakukan STB ketika ia terlibat aktif dalam salah satu proses STB. Menurutnya STB memang tak bisa dipisahkan dengan sosok Suyatna Anirun. Tampak sekali perbedaan capaian estetis dan pola kerja STB saat ini bila dibandingkan dengan masa Suyatna. STB identik dengan realisme “gaya Suyatna” yang cenderung mengarah ke realisme konvensional gaya Eropa, dengan pola akting Stanislavsky. Salah satu garapan Suyatna yang paling mengagumkan adalah King Lear. Pada saat itu Suyatna menyutradarai sekaligus bermain sebagai Lear, Si Raja Tua. Sayangnya suasana diskusi yang terkesan terlalu formal dan normatif membuat audiens tidak responsif’ ungkap Nanang Arizona, salah satu peserta pada celah diskusi.
Usai acara diskusi dipentaskan sebuah monolog dengan lakon saduran “Nyanyian Angsa” karya pengarang Rusia Anton Chekov. Dalam lakon tersebut diceritakan tentang aktor tua yang dalam keadaan mabuk mendatangai panggung tempat biasanya ia berlatih dan pentas. Lelaki itu bercerita ketika masih muda dengan penuh semangat dan gairah ia mainkan tokoh-tokoh penting dan naskah-naskah besar.
Bila direnungkan lebih jauh, lakon monolog yang dimainkan bisa menjadi satu sindiran personifikatif. Pada kenyataannya, hari ini berteater menjadi pilihan dengan konsekuensi yang begitu sulit dan berat. Berbeda dengan dunia senirupa, menulis, fotografi dan tari. Para pelakunya bisa hidup dari sana. Sebaliknya tidak mungkin pelaku teater hanya menggantungkan hidupnya pada teater semata.
Bengkel Teater Rendra dan Teater Mandiri bisa bertahan sampai hari ini karena subsidi silang dari honor menulis Rendra dan Putu Wijaya. Bagaimanakah nasib Rendra ketika tua?Dilupakan. Coba kita lihat juga teater koma yang begitu besar dengan manajemen produksi yang sangat professional sekalipun belum mampu menghidupi para aktornya ketika produksi tidak dilakukan.
Seperti nasib si aktor tua dalam naskah saduran ‘Nyanyian Angsa” yang dimainkan STB pekan lalu. “Sungguh baru kali ini aku melihat panggung dalam keaadaan kosong. Tak nampak apapun selain lubang pembisik, sementara aku tak bisa melihat bangku penonton , kecuali kursi kosong yang terdepan”.Demikian salah satu petikan dialog dalam naskah tersebut.
Selamat ulang tahun untuk Studiklub Teater Bandung. Lima puluh tahun, usia emas untuk sebuah kelompok teater.
ANDIKA ANANDA/153070083
0 komentar:
Posting Komentar