Minggu, 25 Oktober 2009

Setelah 2 Bulan istirahat, Jagongan Wagen Kembali Hadir





Bantul. Portalkiri – Setelah 2 bulan tak digelar karena Idul Fitri, Jagongan Wagen kembali hadir menyemarakkan seni pertunjukkan seni di Yogyakarta. Acara Wagen kali ini mengambil tema Dance Energy yang digelar di Padepokan Bagong Kusudiardja, Kembaran, Kasihan Bantul Sabtu (24/10).

Acara seni pertunjukkan tersebut menampilkan 2 sesu pertunjukkan. Sesi yang pertama diisi oleh teatrikal yang dikoreograferi oleh Satriyo Ayodya. Dalam dialog sebelum pementasan, Satriyo Ayodya menerangkan bahwa pada kesempatan kali ini mereka mengakat kesenian-kesenian daerah yang sering dilupakan oleh masyarakat. Serta adanya pengkotak-kotakan budaya atau seni yang masih menjadi kegelisahan bagi Satriyo Ayodya dan kawan-kawan.

Sesi kedua yaitu dari senior Padepokan Bagong Kusudiardjo, Sutopo Tedjo Baskoro. Koreografernya menampilkan adopsi dari sebuah tari tradisional Jawa yang diangkat menjadi seni yang lebih kontemporer. Yang menarik dari hasil koreografer Sutopo Tedjo Baskoro ini adalah para penarinya tidak ada yang berdiri, cuma sebatas duduk, jongkok, dan merebah. Mereka bereksplorasi tubuh dengan kondisi-kondisi seperti itu.
Iskandar (21) salah seorang penonton setia Jagonan Wagen menuturkan, “Jagongan wagen kali ini benar-benar menarik, sesuai tema Dance Energy kali ini”. “Walau 2 bulan kemarin Jagongan Wagen tidak digelar, namun acara kali ini mampu mengobati rasa kangen saya”, tambah Iskandar.

Selain tidak dipungut biaya, pihak panitia juga menyediakan minuman gratis bagi para pengunjung acara tersebut. Jagongan Wagen telah menjadi agenda bulanan di Yayasan Padepokan Bagong Kusudiardja yang mencoba melestarikan budaya serta menampilkan seni kontemporer pada masyarakat.

Sigid kurniawan/ 153070139
Continue Reading...

Komunitas Teater Sego Gurih Kirim Do’a

Bantul. Portalkiri –Sabtu pekan lalu digelar sebuah pementasan teater berjudul “KUP” oleh Teater Sego Gurih di desa Tembi.

Seperti biasanya, pada pementasan kali ini KUP masih dimainkan dengan menggunakan gaya dialog berbahasa Jawa. Pada pentas kali ini Sego Gurih tampil dalam rangka memperingati 100 hari meninggalnya orang tua salah satu kawan Sego Gurih.“Ya, kan sekali-sekali kirim do’a itu pakai pentas teater, biar lebih kontemporer hahaha”, kata Ibnu Gundul, sutradara Teater Sego Gurih”.

Kali ini, penulis naskah Wahyu Daksiraga mencoba mengangkat persoalan masyarakat pinggiran. Di mana diceritakan tentang konflik di dalam sebuah kampung karena adu domba salah satu warga. Uniknya adu domba tersebut dipicu oleh masalah kotoran manusia yang dibuang sembarangan di depan sebuah WC umum. Semua orang saling menuduh, mulai dari preman kampung, tetua kampung hingga anak-anak terlibat konflik tersebut.Sampai akhir pertunjukan konflik masih terus terjadi. Bahkan Wahid si preman kampung masih sibuk mencari si pembuang kotoran manusia.

Dalam “KUP” tersebut penulis naskah hendak berpesan tentang pentingnya kebersamaan. Terkadang hanya karena hal yang sangat sepele orang bisa berkorban apa saja, bahkan nyawa bisa melayang.

Pentas yang disajikan secara komedi ini sangat menghibur penonton. Derai tawa seakan tak berhenti selama pertunjukan berlangsung. Permainan terasa ringan dan cair, bahkan interaksi yang terjalin antara penonton dan permainan sangat terjalin dengan baik. Sayangnya pengaturan komposisi dan pemblokingan tidak digarap maksimal, sehingga banyak bagian pementasan yang tidak bisa dinikmati maksimal dari sudut pandang tertentu.

Tak bisa dipungkiri kehadiran Teater Sego Gurih cukup membawa angina segar bagi iklim perteateran di Yogyakarta. Bila kita tengok mainstream teater sekarang yang berkutat pada wilayah tubuh yang berangkat dari perbendaharaan teater tubuh Eropa.. Sebaliknya sego gurih mereproduksi kembali spirit teater tradisi Jawa pada wilayah kontemporer.


Andika Ananda/153070083
Continue Reading...

Raudal Tanjung Banua



Bantul. Portalkiri –Raudal Tanjung Banua, salah satu redaktur Jurnal Selarong-Kabupaten Bantul.



Pria yang hingga kini menetap di Dusun Mirisawit-Sewon ini lahir di Lansano, Kenagarian Taratak, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, 19 Januari 1975. Pernah menjadi koresponden Harian Semangat dan Haluan, Padang, untuk akhirnya memutuskan merantau ke Bali, dan bergabung dengan Sanggar Minum Kopi serta intens belajar dengan penyair Umbu Landu Paranggi.



Tahun 1997 pindah ke Yogyakarta, masuk Jurusan Teater, Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta, mendirikan Komunitas Rumahlebah dan AKAR Indonesia—yang menerbitkan Jurnal Cerpen Indonesia.



Karya-karyanya yang berupa cerpen, puisi dan esei dipublikasikan di sejumlah media terbitan berbagai kota di Indonesia. Memperoleh sejumlah penghargaan dan pemenang lomba, di antaranya Purbacaraka Award dari Faksas Udayana (1996), Margarana Award (1996), penghargaan Sih Award dari Jurnal Puisi untuk puisinya “Pengakuan Si Malin Kundang” (2004) dan Anuegrah Sastra Horison (2005) untuk cerpennya “Cerobong Tua Terus Mendera”.


Bukunya yang telah terbit, Pulau Cinta di Peta Buta (Jendela, 2003, cerpen), Ziarah bagi yang Hidup (Mahatari, 2004, cerpen), Parang Tak Berulu (Gramedia Pustaka Utama, 2005, cerpen) dan Gugusan Mata Ibu (Bentang Pustaka, 2005, puisi)—keduanya masuk final Khatulistiwa Literary Award 2005 untuk kategori prosa dan puisi. Gugusan Mata Ibu juga memperoleh Anugerah Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) V/2007 di Malaysia.



Di samping menulis cerpen dan puisi, ia juga menulis novel dan naskah drama. Khusus naskah, ia melakukan kreasi dengan mentransformasikan sejumlah cerpen dan cerita rakyat menjadi naskah siap pentas. Beberapa naskahnya adalah “Penangkaran Buaya” (2000), “Lampor Kali Comber” (2000, transformasi), “Republik Binatang” (2001, transformasi), “Siti Baheram” (2007, transformasi cerita rakyat) dan “Saksi tak Boleh Bisu” (2008). Sejumlah naskah tersebut akan diterbitkan dalam waktu dekat dalam dua buku,”Penangkaran Buaya Siti Baheram” dan “Di Republik Binatang, Saksi tak Boleh Bisu”.

Continue Reading...

Relokasi Pasar Ngasem

Bantul. Portalkiri –Rencana relokasi pasar Ngasem ke Bursa Agro Jogja (BAJ) semakin santer terdengar.

Banyak pihak yang menyayangkan rencana relokasi ini. Pasar Ngasem dianggap sebagai salah satu tempat bersejarah dan tidak lepas dari tata ruang Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dalam tata ruang “Jawa”, antara keraton, alun-alun, masjid dan pasar ditata sedemikian ruang dalam satu lingkaran sirkulasi aktivitas. Coba kita lihat, di hampir setiap daerah di Jawa. Di depan kantor Bupati atau walikota terdapat lapangan atau alun-alun, di sekitarnya juga pasti ada masjid, pasar dan hal-hal lain yang menyertai.

Ketika pasar Ngasem dipindahkan, maka bukan hanya terjadi perubahan konstelasi ruang fisik, tetapi juga konstelasi sosiologi. Masyarakat sekitar pasar Ngasem yang bergantung pada dinamika pasar Ngasem akan kehilangan lapangan kerja. Mobilitas masyarakat tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak semata-mata mobilitas fisik. Bukankah di sekitar BAJ juga ada masyarakat yang sangat berharap banyak dengan relokasi Pasar Ngasem. Salah satunya lapangan kerja.

Bukan hanya pemerintah yang harus memikirkan sedemikian rupa proses relokasi, namun juga berusaha sepreventif mungkin untuk melihat kemungkinan yang terjadi ketika relokasi dilakukan. Coba kita lihat relokasi klitikan ke Wirobrajan. Di satu sisi alun-alun selatan menjadi ruang publik yang lebih rekreatif. Tapi ke manakah orang-orang yang tidak mampu menyewa lapak di Wirobrajan?

Di sisi lain, Warga Masyarakat Dukuh, daerah rencana relokasi Pasar Ngasem juga perlu mendapat perhatian. Dalam hal ini, ketika relokasi selesai dilakukan, dinamika yang baru akan muncul. Sangat mungkin terjadi alih profesi, perubahan pola interaksi masyarakat dan kecenderungan-kecenderungan lainnya. Sangat mungkin memunculkan kesenjangan yang mengarah pada konflik baik secara mental maupun fisik.

Kompisisi sosiologis Pasar Ngasem “kedua” akan berubah, irama kerja akan berubah, atmosfir Yogyakarta akan berubah. Nantinya warga eks “Pasar Ngasem lama” dan masyarakat sekitar BAJ akan membentuk kesepakatan-kesepakatan sosial dalam proses interaksi masyarakat “Pasar Ngasem baru”. Dalam hal ini pamerintah hendaknya lebih berperan sebagai fasilitator. Bukan sebagai pemancang aturan sepihak.

Pemerintah perlu membuat bingkai perencanan lebih matang untuk melakukan relokasi. Akan ke manakah para tukang parkir Pasar Ngasem?Akan ke manakah para tukang becak dan tukang ojek yang bergantung pada pengunjung Pasar Ngasem? Jangan pula dilupakan segala mitos dan sejarah tentang pasar Ngasem yang terlanjur dipercaya sebagai salah satu bagian penting dalan konsteladi dan kosmologi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.


Andika Ananda (153070083)
Continue Reading...

Game Developer, antara Hobi dan Profesi



Catatan lain dari pameran Jogjakomtek 2009

Ruang Publik untuk Anak

Dunia ini tak lebih dari “sebuah permainan”. Menjalani kehidupan sama halnya dengan “bermain”. Memilih sebuah permainan yang di dalamnya ada aturan main yang harus kita ikuti.

Game Developer salah satu hobi kreatif yang menjanjikan masa depan.

Dari anak kecil sampai orang tua, siapa yang tak suka bermain?Tentu saja permainan anak-anak dan orang tua akan berbeda. Bermain dan permainan tidak sebatas menjadi hiburan semata. Lebih dari itu, bermain menjadi sebuah ruang khatarsis secara artifisial maupun simbolis.

Dalam salah satu film Hollywood yang berjudul Jumper diceritakan tentang seorang anak indigo yang mempunyai kemampuan teleportasi (menerabas ruang dan waktu dengan kekuatan pikiran). Realitas film sebagai hasil rekayasa imaji,fantasi simulasi yang diolah sedemikian rupa seolah-olah nyata. Segala rekayasa fiksi dapat dikonstruksi sedemikian rupa, bahkan untuk mewujudkan “kemustahilan” sekalipun.

Pada kenyataan hari ini, di sekitar kita, tanpa satu “kelebihan khusus” sekalipun, setiap orang mampu menerabas ruang dan waktu, bahkan yang mustahil sekalipun dengan berbagai cara yang dianggap paling efektif, efisien walaupun terkadang sering mengabaikan rasionalitas. Lihat saja bagaimana handphone, televisi, internet, video game dan sebagainya yang akrab dengan sebagian besar “manusia kini”. Handphone, televisi, internet, video game hanya beberapa contoh hasil rekayasa industri kreatif yang terus diupdate dan diupgrade (dikembangkan) sedemikian rupa baik desain maupun fiturnya.

Kembali pada dunia bermain. Ketika ruang bermain fisik anak terasa mengkhawatirkan, semakin sempit, bahkan mungkin tidak ada lagi, maka anak-anak memerlukan sebuah ruang alternatif. Untuk memenuhi hasrat bermainnya, kemudahan mengakses teknologi dijadikan salah satu pelampiasan. Salah satunya video game. Anak-anak masuk ke dalam ruang-ruang “kemustahilan” dalam rekayasa animasi visual. Berpetualang ke dunia maya, berteleportasi tetapi tidak menggunakan kekuatan pikiran seperti dalam films Jumper.

Anak kecil generasi hari ini lebih akrab dengan Playstation, Xbox, Nintendo, Game Boy, dll ketimbang permainan tradisional seperti jamuran, cublak-cublak suweng, congklak, dll. Zaman sudah berbeda, sebagian besar anak-anak lebih suka berada di rental playstation daripada berkumpul dengan kawan-kawannya untuk sekedar bermain petak umpet di halaman rumah. Apakah ini tanda ruang publik untuk anak-anak sudah tak ada lagi?

Hiburan, anak-anak, ruang bermain telah dikomodifikasi sedemikian rupa oleh pihak tertentu demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Ruang-ruang publik fisik untuk anak telah berpindah ke dalam kepingan CD game, lorong-lorong yang penuh warna, kilatan cahaya, kekerasan dan berbagai macam sensasi lain. kenaifan anak-anak “dibunuh”, dibawa masuk ke cerobong-cerobong yang sesak polusi teknologi dan industri yang bernama video game.

Para ahli dari berbagai bidang yang mengkaji persoalan anak dan video game. melontarlam beberapa pernyataan. Misalnya, bahwa anak-anak menjadi semakin individualis, mengalami ketidakstabilan emosi, kehilangan orientasi dan realitasnya sebagai anak-anak, kehilangan ruang publik, dsb. menjadi masalah yang semakin lama, semakin tak terselesaikan. Buktinya rental video game semakin banyak, orangtua tidak keberatan membelikan video game untuk anaknya sebagai hadiah atau bentuk kasih sayang kepada anaknya.

Sungguh Absurd, dengan alasan kasih sayang dan memberikan rasa aman, banyak orangtua yang membiarkan anaknya berjam-jam bermain video game daripada keluar rumah bahkan belajar. Para orangtua yang seperti ini lupa bahwa video game tak lebih berbahaya dari jalanan.

Bagaimana jika generasi selanjutnya adalah generasi yang hanya larut dalam kemustahilan-kemustahilan, fantasi dan simulasi yang akhirnya mengakibatkan mereka menjadi gugup dan gagap menghadapi realitas bahwa mereka adalah anak-anak?

Mungkin tulisan ini akan berhenti sampai di sini bila kita melihat dunia game hanya dari satu sisi. Tulisan ini pun tidak berekspektasi untuk memberikan solusi persoalan-persoalan mengenai dampak negatif video game.

Frida : “Dunia Game, lebih dari Dunia Bermain”

“Live is short play more”. “Hidup ini singkat kawan, banyaklah bermain”. Itulah pesan iklan X-Box, salah satu merk video game terkemuka di dunia yang diproduKsi oleh Microsoft. Sebuah pesan iklan yang singkat, padat dan sangat provokatif.

Kita boleh bangga, bahwa Bangsa kita memiliki banyak orang kreatif dalam berbagai bidang dengan pencapaian prestasi yang diakui dunia. Dari sekian banyak bidang, ada satu bidang yang cukup menarik dan cenderung baru berkembang di Indonesia, yaitu game developer. Game developer adalah orang-orang kreatif yang hobi sekaligus pekerjaannya adalah membuat game.

Setelah mengatur janji, akhirnya 18 Oktober lalu saya bertemu Frida (sapaan akrab Frida Dwi Iswantoro) pada pameran Jogjakomtek di Jogja Expo Center. Anak muda kreatif yang menekuni dunia pembuatan game sejak tahun 2005 ini bekerja di sebuah perusahaan pembuat game yang berasal dari Sunderland, Inggris. Bagi Frida membuat game adalah sebuah titik temu antara hobi dan pekerjaan.

Semasa SMA Frida tak lebih dari seorang siswa biasa yang suka bermain game. Seringkali Frida menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk bermain game. Salah satu game favoritnya adalah counter strike, sebuah game perang antara tim pemburu teroris dan kelompok teroris yang berusaha meledakkan suatu tempat. Di kalangan penggila game tentu tak asing dengan game yang satu ini. Siapa yang menyangka hobinya bermain game ternyata berdampak positif. Kegemaran bermain game membawa Frida menjadi seorang pembuat game profesional.

Berawal dari sebuah keisengan mengikuti sebuah forum flash game (:jenis software untuk membuat animasi). Kebetulan Frida berkenalan dengan Mas Wanda, seorang flash game developer yang cukup handal. Obrolan demi obrolan antara Frida dan Mas Wanda membuat Frida tertarik untuk tahu dan belajar lebih banyak tentang flash game.

Awalnya Frida mempelajari pembuatan flash game lewat e-book, buku yang disebarkan secara online di forum yang ia ikuti. Frida yang pernah mengenyam pendidikan Diploma 1 desain grafis memudahkan Frida untuk untuk belajar dan memahami operasional dan aplikasi pembuatan game dengan piranti lunak flash lebih cepat.

Game developer sebagai sebuah forum yang disebarkan lewat milis-milis sudah ada sejak tahun 1993. Ketika itu sudah muncul buku tentang pembuatan game yang berbasis bahasa C. Tahun 1993 menjadi embrio awal sebelum dikembangkan dalam bentuk forum tersendiri di luar milis dan bahkan sekarang menjadi sebuah profesi yang mulai banyak diminati dan cukup menjanjikan.

Dalam memuat game walau yang sederhana sekalipun, biasanya diperlukan satu tim dengan spesialisasi bidang kerja khusus. Misal: Programmer, character artist (pembuat karakter tokoh game), interface artist (layout game), 3D modeller, concept artist (membuat konsep awal dan gambar manual tokoh), game designer (sistem penggunaan game), sound artist (pengisi suara) dan terakhir adalah beta tester (memeriksa bug dan error dalam game ).

Mungkin tak banyak yang tahu, begitu banyak game yang digemari hampir seluruh penggila game di seluruh dunia terdapat campur tangan orang Indonesia. Semua karakter mobil dalam game Need for Speed Underground”, ilustrasi musik final fantasy, ilustrasi game Contra terbaru dan masih banyak lagi game yang melibatkan kemampuan orang Indonesia dalam proses pembuatannya. Tentu kita patut bangga.

Dunia Game, lebih dari dunia bermain dan saya bangga dengan pekerjaan saya, banyak orang menganggap pekerjaan saya luar biasa dan keren” kata Frida. Pekerjaan di dunia game merupakan sebuah bisnis yang mengandalkan kreativitas. Perlu ketekunan yang luar biasa bila ingin bekerja dalam bidang ini. Baginya pekerjaan dengan modal kreativitas, tidak akan pernah habis selama seseorang masih memiliki semangat untuk melakukan inovasi dan terus mengikuti perkembangan dengan cerdas.

Berawal dari sebuah hobi dan iseng akhirnya menjadi pekerjaan yang menjanjikan. Tak perlu dibantah lagi dunia game, tidak sekedar menjadi dunia untuk bermain, bersenang-senang dan menghibur diri. Dunia game kini menjadi dunia yang potensial dan menjanjikan.

Dari pengalaman Frida, terbukti bahwa game memiliki sisi lain yang nyata positif. Sangat mungkin seorang anak kecil yang pada mulanya hanya suka bermain game, ketika diarahkan dia akan mempunyai keinginan untuk membuat game sendiri dan akhirnya bisa menjadi professional game developer.

Ruang publik untuk anak semakin sempit. Biarkan mereka memasuki ruang bermain lain, sebuah ruang yang kaya imaji, fantasi dan kenaifan anak-anak yang nantinya dibingkai dalam kreativitas yang muaranya positif. Tak bisa disangkal pentingnya orang tua dalam hal ini.

Tak perlu canggung, bagi siapapun yang ingin tahu lebih banyak tentang pembuatan game mungkin bisa bergabung di berbagai milis dan forum. Salah satunya gamedevid.org. Siapa tahu anda dapat menjadi seorang pembuatan game professional dan jadikan “dunia game lebih dari dunia bermain”.

Andika Anand (153070083)

Continue Reading...

Selasa, 13 Oktober 2009

Jogja Java Carnival 2009, Even Besar ditengah Isu Status Keistimewaan




Yogyakarta-Portalkiri. Ditengah ramainya memperjuangkan status keistimewaan, bulan Oktober menjadi bulan yang istimewa bagi warga Yogyakarta dan sekitarnya.

Dibulan tersebut, tepatnya pada tanggal 7 Oktober, warga Yogyakarta merayakan hari ulang tahun kota Yogyakarta yantg pada tahun 2009 ini merupakan hari jadi yang ke 253. Tak terasa ternyata sudah 2,5 abad Yogyakarta bertahan dengan kehidupan manusia yang berbudaya bermartabat dan berproduktif ini.

Semakin ramai juga sebuah kota yang masih erat mempertahankan nilai-nilai dan tradisi budaya yaitu Jawa. Budaya itulah yang menjadi modal terbesar dalam pengembangan kota dikemudian hari, termasuk dunia kepariwisataannya. Saat ini Yogyakarta selalu berbenah dalam mewujudkan dirinya sebagai salah satu tujuan utama wisata Indonesia.


Sebagai kota pariwisata yang berpendidikan dan berkualitas serta untuk melestarikan tradisi yang ada, maka tanggal 7 sampai 17 Oktober 2009 ini Kota Yogyakarta mempunyai sederet agenda perayaan. Mulai dari pawai yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat dan instansi baik swasta maupun pemerintah, pentas kesenian baik tradisional maupun modern, serta kegiatan-kegiatan menarik lainnya. Semua itu tersaji dalam acara Jogja Java Carnival 2009. Sebagai sebuah event yang digelar tahunan, kali ini Jogja Java Carnival mencoba menyajikan sesuatu yang lebih menarik daripada acara JJC yang telah digelar pada tahun-tahun sebelumnya. Semua itu ditempuh sebagai salah satu perjuangan untuk tetap memiliki sebuah status keistimewaan.

(SK)
Continue Reading...

Minggu, 11 Oktober 2009

Festival Asia Three

Bantul- Portalkiri. Jum’at (7/10)pekan lalu Rumah Budaya Tembi menyelenggarakan pentas tari dari berbagai Negara, seperti Jepang, Prancis, Korea, India dll. Acara yang bertajuk Jogja Asia Tri 2009 digelar sejak tanggal tujuh hingga sepuluh Oktober 2009.

Pagelaran ini dilaksanakan di dua tempat, yakni di Rumah Budaya Tembi Bantul dan Museum Ulen Sentalu-Kaliurang. Jogja Asia Tri merupakan event pertunjukan tari tahunan, sekaligus ajang workshop dan kolaborasi antar seniman dari segala penjuru dunia.



(Andika Ananda/153070083)
Continue Reading...
 

Portal Kiri Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template