Senin, 23 November 2009

Perkembangan Komunitas Jazz Jogja


Bantul, Portalkiri
- Di tahun 2000 sebuah komunitas jazz lahir di sebuah restoran di Yogyakarta. Dimulai dari sekumpulan musisi jazz yang berusaha untuk mengenalkan jazz pada masyarakat, bahwa jazz bukan musik yang bisa dinikmati oleh menengah ke atas saja, melainkan bisa dinikmati oleh semua kalangan.

“Jazz sendiri juga awalnya adalah musik orang minoritas, yaitu orang kulit hitam yang tinggal di Amerika. Tetapi kemudian image itu diubah jika jazz hanya bisa dinikmati oleh orang-orang berduit yang datang ke restoran mahal menggunakan jas,” kata Fabion Haryo Ajie selaku anggota dari Komunitas Jazz Yogja.

Komunitas Jazz Yogya memulainya dengan membuat acara rutin mingguan yang tempatnya disediakan oleh DJ Fanny. “Di situ kami membuat acara jam session khusus jazz sebagai dasar terbentuknya komunitas jazz di Yogyakarta. Selain jam session kami juga mengadakan workshop kecil-kecilan sebagai tambahan ilmu bagi temen-temen yang ingin tahu banyak tentang jazz,” kata Bion, sapaan akrab Fabion.

Workshop ini akhirnya mampu mendatangkan musisi jazz yang sudah punya nama seperti Indra Lesmana, Benny Likumahua, dan lain sebagainya agar pemikiran jazz tidak hanya terpaku dalam pengertian jazz tetapi mencakup keseluruhan dari genre musik yang ada di jazz itu sendiri.

“Ternyata jazz bukan hanya sekedar fusion saja, tetapi banyak genre lain juga, misalnya blues dan bossanova. Hasil dari workshop dan jam session ini adalah kami bisa mengirim temen-temen di festival jazz, Jazz Goes To Campus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan berhasil menjadi juara pertama dalam festival tersebut. Semua dapet the best player,” tutur Bion.

Hal ini juga terulang pada festival serupa pada tahun-tahun berikutnya. “Akhirnya anak-anak Jakarta tidak lagi menganggap remeh anak-anak Yogya, dan kredibilitas Jogja menjadi patokan perkembangan jazz daerah lain,” lanjutnya.

Hal ini menjadikan musisi jazz Jakarta tertarik untuk bekerjasama dengan musisi Jogja, sehingga komunitas jazz Jogja mengalami kekosongan. Dalam kekosongan ini sempat muncul komunitas-komunitas baru. Kekosongan ini dibiarkan selama dua tahun karena kesibukan masing-masing dari anggota Komunitas Jazz Yogya. Kevakuman ini juga berimbas ke kota lain seperti Bandung.

Komunitas baru yang terbentuk ini ingin mengeksiskan kembali geliat musik jazz Jogja. Tari Pradeksa kemudian memfasilitasi para musisi jazz yang ingin kembali eksis di dalam bidangnya.

Pada awal 2007, komunitas ini kembali hadir dalam format jazz baru yang bertajuk Jazz on the Street yang awalnya digelar sebulan sekali di depan Grha Sabha Pramana (GSP), sampai akhirnya dibuat menjadi satu minggu sekali karena animo dari penikmat jazz.

“Hampir setahun lebih kami menyelanggarakan Jazz on the Street ini, sampai pada akhirnya acara ini pindah ke kafe Big Belly. Kami ingin membuat image bahwa setiap hari Senin adalah malam untuk jazz,” ungkap Bion.
Pindah dari kafe ke kafe itu sudah biasa, akhirnya mereka terakhir bermain di kafe De’Klik dan mulai bangkit lagi.

“Minggu pertama kafe masih sepi, tapi setelah minggu-minggu berikutnya penikmat jazz sudah mulai muncul. Dan di sana malah jadi tempat ngejam berbagai aliran musik. Ada reggae, indie, bahkan rock juga ada,” kata Bion.

Jogja memang punya sumber daya manusia yang berlimpah dalam hal kesenian, termasuk juga musik jazz. Itulah yang membuat Jogja tetap nomor satu di banyak festival yang diselenggarakan. Selain itu juga, musisi Jogja ketika bermain musik juga mengandalkan estetika dan juga cara menyampaikan tema.

“Sebab jazz itu sebagai media. Saya mengutip dari Pak Djaduk bahwa jazz itu hanya sebagai media untuk gerakan budaya melalui musik. Musik jazz adalah musik demokratis tetapi tetap tidak dari akarnya. Jazz tidak hanya bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke atas saja, tetapi semua orang juga bisa menikmati,” jelasnya.
Dalam acara Ngayogjazz Bantul 2009 yang diselenggarakan pada Sabtu (22/11) lalu di Pasar Seni Gabusan, tujuh grup dari komunitas ini telah melauncing satu album kompilasi. Untuk proyek tahun depan, mereka akan memperkenalkan musik jazz di kampus-kampus di Jogja.

“Mendengarkan musik jazz itu harus terbiasa dulu, seperti juga lagu-lagu yang ada belakangan ini. Sehingga kita bisa tahu bagaimana menikmati musik jazz,” pungkasnya.***

G. Agung Bayu Kurniawan/153070021

0 komentar:

Posting Komentar

 

Portal Kiri Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template